Nama Tokoh : Sultan Hasanuddin
Tempat / tanggal lahir : Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 (39 tahun)
Tempat Makam : Komplek Pemakaman, Jl. Palantika, Kelurahan Ketangka, Gowa, Makassar
Deskripsi Perjuangan : Ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Nama Tokoh : Cut Nyak Meutia
Tempat / tanggal lahir : Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870
Wafat : Alue Kuring, Aceh, 24 Oktober 1910
Tempat Makam : Alue Kuring, Aceh
Deskripsi perjuangan : Berjuang melawan Belanda di Aceh bersama suaminya yang bernama Teuku Muhammad (Teuku Tjik Tunong). Ia melakukan perlawanan dengan sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos – pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukkannya bentrok dengan Marechausée di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.
Nama Lengkap : Kapitan Pattimura
Nama Asli: Thomas Matulessy
Tanggal Lahir: Negeri Haria, Pulau Saparua-Maluku, tahun 1783
Meninggal:
Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817
Perjuangan : Perlawannya terhadap penjajah Belanda pada tahun 1783. Perlawannya terhadap penjajahan
Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya.
Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara bergantian. Terkadang perpindahtanganan penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu malah kadang secara resmi dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh Belanda.
Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.
Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
Nama Pahlawan : Cut Nyak Dien
Tanggal Lahir : Lampadang, Aceh tahun 1850
Wafat : Sumedang Jawa Barat tahun, 6 November 1908
Makam : Gunung puyuh, Sumedang, Jawa Barat
Perjuangan : Cut Nyak Dien menikah pada usia 12 tahun dengan Teuku Cik Ibrahim Lamanga. Namun pada saat pertempuran di Gletarum, Juni 1878, Suami Cut Nyak Dien (Teuku Ibrahim) gugur. Kemudian Cut Nyak dien bersumpah hanya akan menerima pinangan dari laki-laki yang bersedia membantu untuk menuntut balas kematian sang suami.
Cut Nyak Dien akhirnya menikah kembali dengan Teuku Umar tahun 1880, kemenakana ayahnya Seorang pejuang Aceh yang juga cukup disegani oleh Belanda. Sejak itu Cut Nyak Dien selalu berjuang berama suami barunya, Teuku Umar (September 1893- Maret 1896). Dalam perjuangannya, Teuku Umar berpura-pura bekerjasama dengan Belanda sebagai taktikuntuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang lainnya. Sementara Itu Cut Nyak Dien tetap berjuang melawan Belanda di Kampung halaman Teuku Umar. Teuku Umar akhirnya bergabung lagi kembali dengan para pejuang setelah taktiknya diketahui oleh Belanda.
Tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh namun Cut Nyak Dien tetap meneruskan perjuanngannya dengan bergerilya dan tidak pernah mau berdamai dengan Belanda yang disebutnya “Kafir-Kafir”.
Perjuangannya yang berat karena memaksanya beserta pasukannya keluar masuk hutan menyebabkan keadaan Cut Nyak Dien drop dan menderita sakit Encok.
Karena kasihan dengan keadaan Cut Nyak Dien, para pengawalnya membuat kesepakatan dengan Belanda asal “Cut Nyak Dien tidak diperlakukan sebagaiorang terhormat dan bukan sebagai penjahat perang”
Sebagai tawanan, Cut Nyak Dien masih sering kedatangan tamu dan karenanya Belanda masih menghkawatirkan pengaruh Cut Nyak Dien sehingga membuangnya ke Sumedang.
Cut NYak Dien akhirnya wafat di Pengasingan sebagaipejuang wanita berhati baja dan ibu bagi rakyat Aceh.
Pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada Cut Nyak Dien berdasarkan SK Presiden RI No 106/1964.
Nama Pahlawan : Martha Christina Tiahahu
Lahir : Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800
Wafat : Laut Maluku, 2 Januari 1818
Makam : Laut Maluku
Perjuangan : Christina Martha Siahahu adalah putri dari seorang pemimpin pejuang rakyat Maluku, Kapitan Paulus Tiahahu. Sejalan dengan semakin meluasnya perlawanan yang dilakukan Kapitan Pattimura di Saparua, penduduk di Nusa Laut pun gigih berjuang melawan Belanda. Christina Martha Siahahu yang saat itu masih amat muda terlah ikut berperang mendampingi ayahnya. Christina Martha dan ayahnya juga sempat menguasai Benteng Beverwijk.
Belanda kemudian menugaskan perwira angkatan lautnya untuk pergi ke Nusa Laut untuk memerangi pejuang-pejuang disana. Perlawanan rakyat Nusa Laut akhirnya dapat dipatahkan dan Benteng Beverwijk berhasil dikuasai kembali oleh Belanda pada tanggal 10 November 1817.
Christina dan ayahnya akhirnya dapat ditangkap oleh Belanda dan mendapatkan hukuman. Ayahnya mendapat hukuman mati, sementara Christina dibebaskan oleh Belanda akibat belum cukup umur / terlalu muda. Paulus mengajak anaknya untuk melihat eksekusi tembak mati yang dilakukan oleh Belanda terhadap ayahnya, dan Christina melihat itu semua dengan tegar.
Setelah dibebaskan berupaya untuk memberontak lagi. Akhinya ia kembali ditangkap bersama 39 pemberontak lainnya. Christina Martha Siahahu dihukum dibuang ke Pulau Jawa. Christina bersama pemberontak lainnya diangkut ke Pulau Jawa dengan menggunakan kapal Evertzen.
Di atas kapal, Christina Martha Siahahu jatuh sakit. Namun ia menolak untuk diberi makan dan diobati oleh Belanda sehingga akhirnya ia meninggal dalam perjalanan. Jenazahnya kemudia secara diam-diam diturunkan ke laut oleh seorang perwira Belanda yang bersimpati pada perjuangannya.
Untuk menghormati jasa-jasa Christina Matha Tiahahu, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 012/TK/1969, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.
Nama Pahlawan : Pangeran Antasari
Lahir : Banjarmasin, 1797
Wafat : Bayan Begak, 11 Oktober 1862
Makam : Banjarmasin.
Perjuangan : Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dimulai saat Belanda mengangkat Tamjidillah sebgai Sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang wafat. Rakyat Banjar dan keluarga besar Kesultanan Banjar, termasuk Pangeran Antasari, menuntut agar Pangeran Hidayatullah, sebagai pewaris takhta Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan Banjar. Sejak saat itulah, rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, dan Demang Leman mengangkat senjata melawan Belanda.
Pangeran Antasari ebrhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. Pangeran Antasari jugat menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang Banjar juga berhasil menenggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Laetnan Van der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.
Pada Tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pangeran antasari kemudian mengambil alih pimpinan utama. Ia diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin Khafilatul Mu’min, sehingga kualitas peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran Antasari akhirnya wafat tanggal 11 Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat itu sedang mewabah di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang menyiapkan serangan besar-besaran terhadap Belanda.
Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Antasari, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI, No.06/TK/1968, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasionak Kepadanya.
Nama Pahlawan : Pangeran diponegoro
Lahir : Yogyakarta, 11 November 1785
Wafat : Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855
Perjuangan : Perang Diponegoro terjadi karena saat Belanda membangun jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat Muntilan, mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Ternyata di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal itu membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan memutuskan untuk melawan Belanda. Beliau kemudian memerintahkan bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut. karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 Belanda mengepung rumah Diponegoro. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Nama Pahlawan : Tuanku Imam Bonjol
Lahir : Tanjung Bunga, Pasaman, Sumatera Barat 1772
Wafat : Manado, Sulawesi Utara, 8 November 1864
Perjuangan : Tahun 1807 Malim basa mendirikan Benteng di kaki bukit Tajadi yang kemudian diberi nama Imam Bonjol. Sejak saat itu ia dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol. Tuanku Imam Bonjol wafat karena adanya Perang Paderi. Perang Paderi tarjadi karena pada waktu itu di Minangkabau, sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum Paderi (kaum agama) dengan kaum adat tentang kehidupah bebas para kaum adat seperti berjudi dan mabuk mabukan. Pada awalnya, pertentangan ini hanya melibatkan kaum adat dan kaum paderi saja. Tapi karena kedudukan kaum adat semakin terdesak, Kaum adat lalu meminta bantuan kepada Belanda.
Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut campur dalam pertentangan di Minangkabau. Lalu Belanda mulai mendirikan benteng di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi untuk memperkuat kedudukannya. Tuanku Imam Bonjol memliki banyak pengikut yang membuat Belanda kewalahan. Apalagi pada saat yang bersamaan, Belanda juga terdesak dengan Perang Diponegoro sehingga Belanda merasa perlu “berdamai sementara” dengan kaum paderi untuk mengalihkan kekuatan di Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro.
Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-markas Tuanku Imam Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima perang yang handal sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan tambahan dan siasat-siasat licik.
Sehingga untuk menangkapTuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-cara kotor dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937.
Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur lalu ke Ambon dan terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjolakhirnya wafat di Manado pada tanggal 8 November 1864.
Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya berdasarkan SK Presiden RI No 087/TK/1973.
Nama Pahlawan : Sisingamangaraja XII
lahir : Bakara, Tapanuli, 1849
Wafat : Simsim,17 Juni 1907
Makam : Pulau Samosir
Nama aslinya Patuan Besar Ompu Pulo Batu. Nama Sisingamaraja XII baru dipakai pada 1867, setelah ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yang mangkat. Sabng ayah meninggal akibat serangan penyakit kolera.
Febuari 1878, Sisingamaraja mulai melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Kolonial Belanda. Ini dilakukan untuk mempertahankan daerah kekuasaannya di tapanuli yang dicaplok Belanda. Dimulai dari penyerangan terhadap pos-pos Belanda lainnya terus berlangsung di antaranya sebagai berikut:
– Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige diserang oleh pasukan Sisingamaraja.
– Tahun 1884, pos Belanda berhasil memperkuat pasukan bdan persenjataannya. Kondisi ini membuat pasukan Raja Batak ini semakin terdesak danb terkepung. Pada pertempuran inilah Sisingamaraja XII gugur tepatnya padab tanggal 17 Juni 1907. Bersama-sama dengan purinya (Lopian) dan dua orang putranya (Patuan Nagari dan Putaun Anggi)
Sisingamaraja kemudian dimakamkan di Balige dan selanjutnya kembali dipindahkan ke pulau Samosir. Sisingamaraja dianugrahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional berdasarkan SK Presiden RI No.590/1991.
Nama Pahlawan : Teuku Umar
Lahir : 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat) di Meulaboh, Aceh Barat, Indonesia.
Wafat : Meulaboh, 11 Februari 1899
Perjuangan : Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang pernah memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun 1899.Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri pamannya. Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda di Krueng. Hasil perkawinan keduanya adalah anak perempuan bernama Cut Gambang yang lahir di tempat pengungsian karena orang tuanya tengah berjuang dalam medan tempur.
Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu tahun kemudian (tahun 1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada tahun 1893, Teuku Umar kemudian mencari strategi bagaimana dirinya dapat memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek (kaki tangan) Belanda. Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu.
Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada 1 Januari 1894, Teuku Umar sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk legium pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap.
Saat bergabung dengan Belanda, Teuku Umar sebenarnya pernah menundukkan pos-pos pertahanan Aceh. Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura. Sebab, sebelumnya Teuku Umar telah memberitahukan terlebih dahulu kepada para pejuang Aceh. Sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pangleot sebagai tangan kanannya akhirnya dikabulkan oleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur Ban Teijn. Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar kemudian keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar.
Dengan kekuatan yang semakin bertambah, Teuku Umar bersama 15 orang berbalik kembali membela rakyat Aceh. Siasat dan strategi perang yang amat lihai tersebut dimaksudkan untuk mengelabuhi kekuatan Belanda pada saat itu yang amat kuat dan sangat sukar ditaklukkan. Pada saat itu, perjuangan Teuku Umar mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud yang bersama 400 orang ikut menghadapi serangan Belanda. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 25 orang tewas dan 190 orang luka-luka di pihak Belanda. Gubernur Deykerhorf merasa tersakiti dengan siasat yang dilakukan Teuku Umar. Van Heutsz diperintahkan agar mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar. Serangan secara mendadak ke daerah Melaboh menyebabkan Teuku Umar tertembak dan gugur dalam medan perang, yaitu di Kampung Mugo, pedalaman Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899.
0 komentar:
Posting Komentar